Rabu, 27 Juni 2012

standar i'jaz al-Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kehadiran Al- Qur’an diwayuhkan kepada nabi Muhammad SAW, merupakan sebuah maha karya yang agung dari Allah SWT sebagai suatu landasan dan pedoman arahan hidup manusia yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi, dan tersumber hukum darinya, yang memberikan solusi problematika yang  tersusun didalamnya ajaran – ajaran robbani. Dengan kedatangan Al – Qur’an yang original dari Allah yang disampaikan oleh nabi.
 Nabi Muhammad merupakan penyempurna kitab – kitab sebelumnya, ini merupakan bukti kemukjizatan Al – Qur’an yang tiada seorangpun yang dapat menirunya dan mendatangkan hal semisalnya. Mukjizat Al-Quran terletak dalam kandungannya, sebuah kitab terbaik yang paling sempurna dan tidak akan ada yang bisa menyerupainya. Al – Qur’an menantang orang – orang Arab yang meragukan kebenaran Al- qur’an untuk membuat hal yang serupa dengan Al – Qur’an. Allah SWT berfirman dalam QS.Al – Baqoroh ayat 23, yang berbunyi :
 (٢٣)صَـٰدِقِينَ كُنتُمۡ إِن ٱللَّهِ دُونِ مِّن شُهَدَآءَكُم وَٱدۡعُواْ مِّثۡلِهِۦ مِّن بِسُورَةٍ۬فَأۡتُواْ عَبۡدِنَا عَلَىٰنَزَّلۡنَا مِّمَّا رَيۡبٍ۬ فِى ڪُنتُمۡوَإِن
Artinya : “ Dan jika kamu ( tetap ) dalam keraguan tentang Al – Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami ( Muhammad ), buatlah satu surat ( saja ) yang semisal Al – Qur’an itu dan ajaklah penolong – penolongmu itu selain Allah, jika kamu orang – orang yang memang benar. ”
Dengan ini kemukjizatan Al – Qur’an merupakan sebuah keistimewaan sekaligus sebuah kekuatan yang dapat melemahkan manusia untuk mendatangkan yang sejenis dengan Al – Qur’an. Kemukjizatan Al – Qur’an sebagai mana yang dikemukakan oleh quraish shihab Nampak dalam 3 hal pokok. Pertama redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dari sastra arab.kedua, kandungan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan. Ketiga, ramalan – ramalan yang diungkapkan yang sebagian telah terbukti kebenarannya. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan diuraikan secara rinci mengenai pembahasan tentang standar I’jaz serta Mu’jizat Al – Qur’an dilihat dari segi ilmiah, kebahasaan, kandungan, kebenaran berita, dll.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana standar kemu’jizatan Al – Qur’an ?
2.      Bagaimana mukjizat Al – Qur’an dilihat dari segi ilmiah, kebahasaan, kandungan dan kebenaran beritanya ?

C.    Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, terdapat beberapa tujuan, di antaranya :
1.      Untuk mengetahui standar kemu’jizatan Al – Qur’an.
2.      Untuk mengetahui mu’jizat Al – Qur’an yang dilihat dari segi ilmiah, bahasa, kandungan dan kebenaran beritanya.













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Standar kemu’jizatan Al – Qur’an
Yang dimaksud dengan standar kemu’jizatan Al – Qur’an adalah kadar yang menjadi mukjizat dari kitab Al- Qur’an itu berapa ? apakah seluruhnya atau sebagian saja.
Kitab suci Al – Qur’an ini sudah 15 abad lalu mencanangkan tantangan kepada orang – orang yang mengingkari Al – Qur’an, yakni minta untuk ditandingi dengan membuat kitab yang sama seperti Al – Qur’an itu. Tetapi dari dahulu sampai sekarang belum ada seorang pun yang mampu menandinginya. Padahal para pujangga bahasa Arab yang profesional pada waktu turunnya Al – Qur’an dahulu itu sangat banyak. Mereka sangat pandai dalam bidang sastra dan balaghah Arab. Apalagi pada masa kejayaan ilmu pengetahuan ( zaman ranaessance ), bahasa Arab berkembang cepat hingga melejit ke tingkat yang amat tinggi. Namun, tetap saja tidak ada orang yang sanggup melawan tantangan Al – Qur’an tersebut.
Hal ini menunjukkan kemukjizatan Al – Qur’an, juga sekaligus menunjukkan kebenaran sinyalemen Al- Qur’an, bahwa tidak akan ada seorang jin atau pun manusia yang sanggup membuat kitab yang serupa dengan Al – Qur’an. Sinyalemen tersebut tertuang dalam surat Al – Isra ( 17 ): 88
لِبَعْضٍ بَعْضُهُمْ كَانَ وَلَوْ بِمِثْلِهِ يَأْتُونَ لَا الْقُرْءَانِ هَذَا بِمِثْلِ يَأْتُوا أَنْ عَلَى وَالْجِنُّ الْإِنْسُ اجْتَمَعَتِ لَئِنِ قُلْ
رًاظَهِي
Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
Sungguh sangat menherankan, tantangan yang sudah lama dicanangkan itu, belum ada juga yang mampu melawan. Padahal tantangan itu telah tiga kali diubah dan diturunkan kapasitasnya.
1.      Tantangan pertama
Mula – mula Al – Qur’an menantang orang yang mengingkari kewahyuan itu supaya membuat kitab  tandingan yang sama seperti seluruh isi dalam Al – Qur’an. Yakni, mereka yang menuduh Al – Qur’an itu buatan Nabi Muhammad SAW itu supaya membuat kitab yang sama seperti kitab Al- Qur’an seluruhnya. Dalam ayat 33 – 34 surat At – Thur :
Artinya : “ ataukah mereka mengatakan : “ Dia ( Muhammad ) membuai – buatnya”,( tidak demikian ), sebenarnya mereka tidak beriman”. Maka hendaklah mereka, mendatangkan
Tantangan pertama tidak terlawan, maka kapasitas kemukjizatan Al – Qur’an itu adalah seluruhnya. Artinya, kadar yang menjadi mukjizat dari kitab Al- Qur’an itu adalah seluruh isi dan semua ayatnya yang melemahkan semua pujangga dan segala jin serta seluruh manusia. Tidak ada seorangpun yang mampu melawan tantangan ini, dengan berhasil membuat kitab tandingan yang sama seperti Al – Qur’an.
Memang, sangat berat untuk melawan tantangan pertama, sebab, harus membuat kitab tandingan yang besar, lengkap, dan komplit. Sangat wajar jika tidak ada seorang pun yang mampu melawan atau menandingi Alqur’an. Karena itu, dicanangkanlah tantangan yang kedua yang lebih ringan.
2.      Tantangan kedua
Karena tidak ada seorangpun yang bisa melawan tantangan yang pertama, karena dirasa terlalu berat, maka didespensasi. Sebelumnya, harus membuat kitab tandingan yang sama dengan seluruh Al – Qur’an, lalu diturunkan menjadi 10 surah seperti Al – Qur’an. Tantangan kedua ini dicanangkan dalam QS. Hud ( 11 ) : 13 – 14
               
Artinya: Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat al-Qur'an itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".
Dengan tantangan kedua ini berarti kapasitas kemukjizatan Al – Qur’an itu adalah 10 surahnya. Maksudnya, jika yang menjadi mukjizat, yang melemahkan orang yang mengingkarinya tidak berdaya melawan tantangan itu ialah sekadar 10 surah Al – Qur’an itu saja sudah membuat seluruh jin dan manusia tidak mampu membuat yang sama persis dengan Al – Qur’an.
3.      Tantangan ketiga
Jika tantangan kedua, masih dianggap berat, karena harus membuat sekian banyak surah yang harus sama dengan Al- Qur’an, maka tantangan itu diringankan lagi. Yakni hanya membuat satu surah saja yang semisal Al – Qur’an. Tantangan ketiga ini dicanangkan dalam QS. Al – Baqoroh ( 2 ) : 23 – 24 :

Artinya: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
            Dengan tantangan terakhir ini berarti kapasitas kemukjizatan Al – Qur’an itu hanya satu surah saja. Artinya, kadar yang menjadi mukjizat dari Al – Qur’an itu adalah walaupun hanya satu surah saja, sudah tidak ada yang sanggup melawannya.
            Karena tantangan minim inipun tidak ada yang mampu melawan, maka ayat 24 surah Al – Baqoroh itu menegaskan “ tidak akan ada orang yang sanggup melawan Al – Qur’an. Karena itu, bagi orang yang ingkar, diharuskan waspada terhadap ancaman, neraka.
B.     Segi-segi Kemukjizatan Al-Quran
·         Segi Ilmiah
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiah adalah dorongan serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya. Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada akhirnya teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheheren dengan al-Quran. Al-Quran dalam mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30). Dalam ayat ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang asal-usul kehidupan yaitu dari air.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22) ayat ini meberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya hujan begitu juga tentang pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka ( balasan ) pekerjaan mereka,” (QS. Al-Zalzalah: 6) adanyan pemeliharaan dan pengabadian segala macam perbuatan manusia di dunia. Dan jika ini dapat dilakukan manusia, maka pastilah itu jauh lebih mudah bagi Allah
“Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun ( kembali ) jari jemarinya dengan sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4) diantara kepelikan penciptaan manusia adalah sidik jarinya. Ayat ini menyebutkan kenyataan ilmiah bahwa tidak ada jari-jari tangan seorang manusia yang bersidik jari yang sama dengan manusia yang lainnya.
·         Segi Bahasa dan Susunan Redaksinya
Susunan bahasa dalam Al – Qur’anul karim tidak bisa disamai oleh apapun. Al – Qur’an bukan susunan syair dan bukan pula susunan prosa. Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan seudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa ( balaghah ). Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bisa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi’ir atau prosa ( natsar ), memberikan penjelasan dalam ragam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidak berdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak mampu oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang diperlukan secara berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu menandakan adanya ketidak mampuan dikerjakannya pekerjaan itu. Dan apabila hal itu telah terbukti, serta kita tahu bangsa Arab telah ditantang al-Quran namun tak mampu menjawabnya, meskipun mereka sangat ingin melakukannya dan memilki sarana yang kuat untuk itu. Maka tahulah kita bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang tidak mampu mereka layani.
Selanjutnya apabila ketidakmampuan bangsa Arab telah terbukti sedangkan mereka jago dalam bidang bahasa dan sastra, maka terbukti pulalah kemukjizatan al-Quran dalam segi bahasa dan sastra dan itu merupakan argumenatasi terhadap mereka maupun terhadap kaum-kaum selain mereka. Sebab dipahami bahwa apabila sebuah pekerjaan tidak bisa dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya tentunya semakin jauh lagi kemustahilan itu bisa dilakukan oleh mereka yang tidak ahli dibidangnya.
Berkaitan dengan masalah pembuktian akan ketidak mampuan bangsa Arab untuk menyainngi al-Quran para ulama banyak memberikan komentar yang mengisyaratkan adanya perbedaan tentang ihwal ketidakmampuan itu bisa terjadi. Secara umum pendapat ulama dalam masalah sebab terjadinya fenomena ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi al-Quran ada dua pendapat, yaitu:
1.      Muncul dari faktor i’jaz yang terkait dan inheren dalam al-Quran
2.      Muncul dari luar al-Quran dengan adanya kesengajaan Allah untuk melemahkan orang Arab secara intelektual ( sharfah )
·         Segi  Kandungan Al-Qur'an :

Ø  Tiadanya ikhtilâf (perbedaan) dalam Al-Qur'an
Ø  Kabar-kabar ghaib yang dengan tepat terlaksana pada sebagian orang atau sebagian peristiwa
Ø   Ilmu dan maarif (plural dari makrifat) al-Qur'an
Ø   Tiadanya kemampuan manusia menggugurkan ilmu dan pengetahuan yang terdapat dalam al-Qur'an.
Ø  Kebenaran maarif al-Qur'an setelah bertahun-tahun berlalunya tetap terjaga dan terpelihara.
·         Segi Kebenaran Berita
Surat-surat dalam al-Quran mencakup banyak berita. Kapabilitas al-Quran dalam memberikan informasi-informasi seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seuruh aspek kemukjizatan al-Quran itu sendiri. Diantara contohnya adalah:
1.      Berita masa lampau. Al-Quran sangat jelas dan fasih sekali dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa: “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.(QS. Al-baqarah: 67)
Kisah Fir’aun “Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qoshosh: 4)
2.      Berita masa sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik di masa Rasulullah. “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras”.(QS. Al-Baqoroh: 204)
3.      Berita masa yang akan datang. “Ghulibatir ruum. Fii adnal ‘ardhii wahum min ba’di ghalibiin sayaghlibun fi bid’i sinin”. (QS. Ar-Rum 2-4)
·           Susunan Kalimat / Uslub
Kemukjizatan al – Qur’an dilihat dari segi ushlub sangatlah mengagumkan dan berbeda dengan semua ushlub bahasa Arab. Al – Qur’an muncul dengan ushlub yang sangat baik dan indah, mengagumkan orang – orang Arab karena keserasiannya dan keindahannya, keharmonisan susunannya. Di dalamnya terkandung nilai – nilai istimewa yang tidak akan terdapat dalam ucapan manusia. Al – Qur’an tetap akan memancarkan nur dan hidayahnya, melimpahkan keaslian dan keagungannya, mengalirkan kelembutan dan kebesaran, mengeluarkan keindahan dan kemegaannya. Ala – Qur’an senantiasa membawa bendera kemukjizatan dan mengajak bertanding dengan bangsa – bangsa dunia dengan penuh keyakinan dan kepercayaan sambil mengatakan kebenaran, kekuatan, serta kemampuan kemukjizatannya. Beberapa keistimewaan ushlub Al – Qur’an :
1.      Kelembutan Al – Qur’an secara lafziyah terdapat dalam susunan suara dan keindahan bahasanya.
2.      Keserasian Al – Qur’an ditujukan bagi kaum yang awam maupun kaum cendekiawan. Dalam arti, semua orang dapat merasakan keagungan dan keindahan Al – Qur’an.
3.      Kandungan isinya sesuai dengan akal dan perasaan karena Al – Qur’an memberikan doktrin pada akal dan hati, serta merangkum kebenaran dan keindahannya sekaligus.
4.      Keindahan sajian Al – Qur’an serta susunan bahasannya bagaikan suatu bingkai yang dapat memukau akal untuk memberikan tanggapan serta perhatian.
5.      Keindahannya dalam liku – liku ucapan atau kalimat serta beranekaragam dalam bentuknya. Dalam arti bahwa satu makna diungkapkan dalam beberapa lafal dan susunan yang semuanya indah dan halus.
6.      Al – Qur’an mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk global dan bentuk yang terperinci ( bayan ).
7.      Dapat dimengerti sekaligus dengan melihat segi yang tersurat ( yang belum dikemukakan ).

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan :

1.      Al – Qur’an adalah kalamullah dan mukjizat yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad,  Mukjizat Al-Quran terletak dalam kandungannya, sebuah kitab terbaik yang paling sempurna dan tidak akan ada yang bisa menyerupainya.
2.      Standar kei’jazan Al – Qur’an diwujudkan dari pembuktiannya dari orang – orang Arab yang menandingi untuk mebuat kitab yang serupa dengan Al – Qur’an, dan mereka pun tidak mampu membuatnya meski pada mulanya harus membuat kitab yang sama persis seperti Al – Qur’an, sampai akhirnya dikurangi hanya membuat 10 surah saja, tapi tetap tidak ada yang mampu, sampai akhirnya memutuskan lagi untuk membuatkan 1 surah saja yang semisal Al – Qur’an, tapi kenyataannya tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya.
3.      Begitu banyak segi kemukjizatan dalam Al – Qur’an, yang terletak pada struktur susunan bahasa yang indah yang berbeda dengan setiap susunan yang ada dalam bahasa orang Arab, adanya ushlub yang berbeda dengan ushlub – ushlub bahasa Arab, sifat agung yang tidak mungkin seorang makhluk untuk mendatangkan sesamannya, tidak bertentangan dengan pengetahuan – pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya dari segi ilmiah, memenuhi segala kebutuhan manusia.

B.     SARAN

Menyakini keagungan Allah yang diwujudkan dengan pemberian mukjizatnya kepada Rosulullah itu lebih baik dari pada harus melawan untuk menandinginya yang sudah pasti kita tidak bisa untuk membuat kalamullah yang semisalya. Karena Al – Qur’an adalah kalamullah Allah yang tetap terjaga keasliannya dan terpelihara olehnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Ash – Shaabuuny, Muhammad . 1999 . Studi Ilmu Al – Qur’an . Bandung : CV . PUSTAKA SETIA
Channa AW, Liliek . 2009 . Ulum Al – Qur’an dan Pembelajarannya . Surabaya : LEPKISS


studi tradisi dan pemikiran islam di indonesia

       BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG

Islam datang dan berkembang di indonesia dalam suasana damai  dan telah menjadi bagian dari tradisi dan kebudayaan dalam bidang peradaban masyarakat. dilingkungan sekitar kita mungkin banyak yang kita temukan , berbagai macam corak tradisi masyarakat , pola beragaman, pemahaman ,maupun proses interprestasi  aksi umat islam yang sangat kurang. Pola beragama yang sentritisme yang berupa tarik menarik antara nilai sakral . Islam dalam budaya lokal masih banyak kita temukan . Oleh karena itu di sini di bahas sedikit tentang berbagai macam pemikiran tentang tradisi islam di indonesia yang nantinya bisa memilah milah tingkat masyarakat dalam memahami tradisi yang berkembang dalam peradaban islam di indonesia .

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana tradisi yang berkembang di indonesia ?
2.      Bagaimanakah pemikiran para golongan tentang pemikiran islam di indonesia?

C.    TUJUAN PEMBAHASAN

1.      Untuk memahami tentang tradisi islam yang berkembang di indonesia .
2.      Mengetahui berbagai macam pemikiran dari beberapa golongan mulai tradisionalis , modernis , revivalis , dan transformatif .



1
BAB II
PEMBAHASAN

A.KAJIAN TENTANG TRADISI ISLAM DI INDONESIA
            Meskipun islam datang dan berkembang di Indonesia lebih dari lima abad, pemahaman dan penghayatan keagamaan kita masih cenderung sinkretik ( tarik menarik antara nilai – nilai luhur islam dengan budaya local).
            Pada abad – abad yang lalu tradisi yang berkembang misalnya menggambarkan kepercayaan masyarakat pada dunia metafisik , seperti kepercayaan masyarakat terhadap memedi, lelembut, dan demit, tingkeban , pitonan, selametan dan lainnya.
            Meskipun sekarang ini sedang memasuki zaman teknik ( modern ) dan tidak lama lagi akan memasuki milinium ke – 3 , keberagaman kita tidak sepenuhnya dapat lepas dari pengaruh sinkretik yang diwariskan oleh para pendahulu kita . secara kelembagaan, muhammadiyah dan persis berusaha Melakukan pembaruan dengan melepaskan umat dari pengaruh – pengaruh non – islam. Akan tetapi, gerakan ini mendapat tantangan dari kalangan nahdliyin ( NU ) yang cenderung mentolelir dan melestarikan kebiasaan  - kebiasaan tersebut.
            Sekarang ini baik di perkotaan maupun di pedesaan kita masih menyaksikan upacara – upacara seperti slametan – slametan yang dilakukan masyarakat dahulu. Amaliah keagamaan kita di masyarakat dapat dilihat dari upacara nujuh bulan ( tingkeban ) dengan menyediakan makanan kecil yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar. Begitu juga dengan upacara kematian, amaliyah keagamaan kita dimasyarakat dapat dilihat dari setelah kematian melakukan pembacaan Al – Qur’an di rumah orang yang meninggal dunia, dan masih banyak hal lainnya. 
            Dalam merespons tradisi yang berkembang di masyarakat tersebut, secara umum, umat islam dapat dibedakan menjadi dua :
1.      Kaum tua, adalah ulama yang menentang perubahan – perubahan yang dikembangkan oleh “kaum muda” dan mempertahankan system keagamaan di Indonesia yang dinilai
2
telah mapan. Bagi “kaum tua”, kebenaran tidak perlu dikaji ulang, sebab kebenaran tidak pernah diubah karena perubahan waktu dan kondisi.”kaum tua” menegaskan bahwa agama dipelajari melalu hafalan di pondok – pondok pesantren, agama tidak bias salah dan tidak boleh ditundukkan oleh penelitian akal. Konsekuensinya adalah setiap penolakan terhadap bagian dari agama, dianggap menolak agama itu sendiri.
2.      Kaum muda, adalah ulama pendukung perubahan – perubahan radikal dalam pemikiran dan praktik keagamaan di Nusantara. “kaum muda” menentang keras praktik – praktik
tasawuf , ketaatan pada madzab – madzab teologi dan hukum islam, upacara ritual yang
tidak otoritatif , dan do’a yang dimaksudkan untuk mengantarkan roh yang baru meninggal dunia.
Dalam konteks tradisi local, ulama terbagi menjadi “kaum tua” dan “kaum muda”, sedangkan dalam konteks global, respons pertama merupakan respons tradisionalis atau konservatif, sedangkan respons kedua merupakan respons modernis.
B.PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA
Umat islam sekarang ini berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan. Rendahnya dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, umat islam menjadi kelompok yang terbelakang. Mereka hampir diidentikkan dengan kebodohan, kemiskinan, dan tidak berperadaban. Atas dasar itulah terjadi berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama – agama lain, karena disisi lain, umat yang beragama lain begitu maju dengan berbagai teknologi. Secara umum, reaksi tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu tradisionalis, modernis, revivalis, dan transformatif.
1.Golongan Pemikiran Tradisionalis
           Pemikiran tradisionalis percaya bahwa kemunduran umat islam adalah ketentuan dan rencana tuhan. Kemunduran dan keterbelakangan umat islam  dinilai sebagai “ujian” atas keimanan.
            Akar teologis pemikiran tradisionalis bersandar pada aliran Ahli Al – Sunnah Wa
3
Aljama’ah, terutama aliran ‘Asy’ariyah, yang merujuk kepada aliran jabariyah mengenai predeterminisme ( takdir ), yakni manusia harus menerima ketentuan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya.
            Cara berfikir tradisionalis tidak hanya terdapat dikalangan muslim di pedesaan atau yang diidentikkan dengan NU, tapi sesungguhnya terdapat di berbagai organisasi dan berbagai tempat.
2.Golongan Pemikiran Modernis  
            Dalam pandangan masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham – paham dan institusi – institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modern ( modernis, pelaku ) lebih mengacu pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham – paham dan institusi – institusi lama dinilai “tidak relevan”.
Kaum modernis percaya bahwa keterbelakangan umat islam lebih banyak disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teologi mereka.
Asumsi kaum modernis adalah keterbelakangan umat islam karena mereka melakukan sakralisasi terhadap semua bidang kehidupan.
3.Golongan Pemikiran Revivalis Fundamentalis  
            Revivalis menjelaskan faktor dalam dan faktor luar sebagai dasar analisis kemunduran umat islam. Umat islam terbelakang dalam pandangan aliran pemikiran ini karena mereka lebih banyak menggunakan ideologi bukan islam sebagai pijakan daripada menggunakan Al – Qur’an sebagai acuan dasar. Mereka menolak kapitalisme dan globalisasi karena berakar dari faham liberalisme.
4.Golongan Pemikiran Transformatif 
            Gagasan transformatif merupakan alternatif ketiga dari respon umat islam saat ini. Para pengagas transformatif percaya bahwa keterbelakangan umat islam disebabkan oleh ketidak
4

adilan system dan struktur ekonomi, politik dan kultur. Oleh karena itu mereka berupaya untuk melakukan transformasi struktur melalui penciptaan relasi yang secara fundamental baru yang lebih dalam bidang ekonomi, politik, dan kultur. Keadilan menjadi prinsip fundamental bagi penganut transformatif. Islam dipandang sebagai agama pembebasan dari penindasan serta mentransformasi system eksploitasi menjadi system adil.















5
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1.      Di Indonesia terdapat berbagai macam tradisi tentang keagamaan yang sudah membudaya, baik diperkotaan maupun dipedesaan.
2.      Dalam merespons suatu tradisi yang berkembang di masyarakat,umat islam secara umum dibedakan menjadi dua golongan,antara “golongan muda” dan “golongan tua” yang kedua golongan tersebut mengemukakan berbagai pendapat yang berbeda – beda. Kaum tua adalah kelompok yang cenderung membiarkan dan bahkan melestarikan tradisi, sedangkan kaum muda cenderung menentang tradisi dan ingin membersihkan praktik islam dari pengaruh bid’ah dan khurafa. 
3.      Rendahnya penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi, menjadikan umat islam mengeluarkan berbagai reaksi terhadap kemajuan pemeluk agama – agama lain, yang terbentuk dengan berbagai reaksi dari berbagai golongan,yaitu golongan tradisionalis, modernis, revivalis, dan transformative,yang memberikan pemikiran sendiri tentang islam di Indonesia.
   
B.     SARAN

1.      Kita harus bisa  memilih dan menela’ah antara tradisi islam yang memberikan respons positif dan negative untuk kita ketahui sejauh mana kita mengerti kebudayaan yang sudah membudaya di  Indonesia yang bisa kita ambil letak sisi positifnya.
2.      Ikut memberikan respons positif apabila dalam suatu kajian tradisi islam menumbuhkan ajaran yang tidak menentang dalam ajaran agama kita.

6
3.      Pemikiran islam dari berbagai golongan berbeda – beda, dimana kita diharapkan untuk menganalisis secara mendetail tentang berbagai macam persoalan yang terjadi didalam perkembangan islam di Indonesia



DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Atang Abdul dan Jaih Mubarok. 2009 . Metodologi Studi Islam . Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA